Assalamualaikum Wr. Wb.
Seperti layaknya seluruh umat Islam
dibelahan bumi manapun, ada moment special yang selalu dinanti setiap tahunnya,
yaitu bulan suci Ramadhan. Yah, bulan kesembilan yang meurut kalender Islam ini
selalu tampak memperlihatkan suasana dan tradisi berbeda bagi umat Islam,
karena pada saat itu rata-rata umat muslim akan melakukan ibadah puasa sejak
terbit fajar hingga terbenam matahari, lalu setiap malamnya, masjid-masjid akan
dipenuhi oleh anak-anak dan orang dewasa yang datang untuk melakukan shalat
isya, tarwih dan witir. Sehingga pada
siang hari jarang kita melihat kedai-kedai makanan yang terbuka begitu saja,
biasanya digunakan tirai penutup ( khususnya bagi negara yang penduduknya
mayoritas muslim, contohnya Indonesia ), apalagi orang yang berlalu lalang
makan dijalan, kalaupun toh dia seorang nonmuslim, pasti mereka akan tenggang
rasa terhadap muslim yang sedang berpuasa.
Namun kali ini berbeda untukku, dan
mungkin juga untuk kesepuluh saudaraku yang sama-sama merantau jauh dari
kampung halaman untuk menuntut ilmu kenegeri lain. Untuk pertama kalinya,
berdiri tegak menjalani hariku hingga separuh tahun berlalu, dibelahan bumi
yang lain, dikolong langit yang berbeda, hembusan anginnya tak sama, bahkan
harus empat kali beradaptasi dengan empat musim yang berbeda pula nantinya.
Meski keberadaan kami dinegeri
gingseng ini baru dibilang seumur jagung, tapi setidaknya sedikit demi sedikit
kami sudah mulai menyesuaikan diri dengan baik. Begitupun saat menjelang Ramadhan,
tak ubahnya saat sedang berada ditanah air, kami juga tetap menanti riang
moment-moment bulan suci ini. Awalnya kami sedikit kebingungan, mengingat
aturan asrama yang menjadi hunian kami, yang mana asrama dengan empat lantai dan
memiliki dua dapur umum ini, hanya memperkenankan penggunaan dapur mulai jam 6 pagi
hingga jam 11 malam. Dan yang menjadi tanda tanya kami adalah bagaimana kami
harus masak untuk persiapan makan sahur nantinya. Sempat kami sedikit tawar
menawar dengan pegurus asrama, namun tak mendapat izin. Hingga akhirnya kami
menemukan cara yang lain. Jadi untuk menyiapkan makan sahur kami telah
memasaknya setelah makan malam. Mengingat waktu sahur juga tak begitu berjarak,
karena pada pukul 2 dini hari kami sudah harus bangun untuk mulai makan sahur.
Banyak keadaan berbeda yang terjadi
selama ramadhan di kota Seoul dibanding dengan saat berada ditanah air. Dimulai
dari lingkungan sosial, negara yang sangat terkenal dengan artis k-pop ini
penduduknya mayoritas non muslim, jadi hampir disetiap sudut kota kita bisa
menemukan kedai makanan yang terpampang begitu saja, bahkan orang makan dan
minum juga dengan leluasa. Selain itu Ramadhan tahun ini dikota Seoul
bertepatan dengan musim panas. Mungkin teman-teman yang membaca postingan ini,
akan beranggapan apa bedanya musim panas di Indonesia dengan Seoul, toh bakal
sama saja, karena Indonesia yang merupakan negara tropis juga beriklim panas (
seperti isi pikiran saya saat pertama kali menginjakan kaki di negeri gingseng
ini ), namun setelah saya merasakan musim panas sesungguhnya dinegara ini jauh
berbeda dengan Indonesia, saya merasa beruntung lahir dan besar di Indonesia, karena musim panas
disini, selain suhunya juga sangat tinggi, ketika musim panas badan akan lebih
mudah memproduksi keringat, dan keringat tersebut akan terasa lengket, bahkan
tak jarang menjadi bintik-bintik merah ditubuh yang sangat mengganggu
penampilan dan membuat badan terasa tak nyaman. Selain itu juga selama musim
panas waktu terjadinya siang jauh lebih lama dari yang kami rasakan di Indonesia.
Saat pertama menjalani puasa kami harus mulai sahur jam 2 malam, karena waktu
imsak hampir setengah tiga pagi, lalu kemudian kami berbuka puasa pukul
07.58pm. Namun kuasa Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, selama bulan
ramadhan Allah SWT begitu sering mengirimkan rahmat-Nya (hujan) sepanjang hari,
hingga mentari kadang tak sempat diberi ruang untuk memberikan tambahan cobaan
saat menahan dahaga.
Tak sampai disitu saja kesulitan kami,
inilah salah satu hal yang sangat membuat kami merasa kehilangan, yaitu masjid.
Jauhnya jarak masjid dari asrama hunian kami harus ditempuh dengan cara
menumpangi bis hingga kestasiun subway dan dilanjutkan dengan subway, dan
terakhir jalan kaki beberapa ratus meter hingga akhirnya mecapai masjid yang
terletak di daerah Ittaewon tersebut. Setidaknya meghabiskan setengah jam lebih
untuk menempuh perjalanan. Maka dari itu saya lebih sering shalat isya dan
tarwih sendirian diasrama. Bahkan untuk pengingat waktu shalat dan berbukapun
kami menggunakan jasa aplikasi Islamic finder. Tak jarang saat sahur dan
berbukapun untuk menghidupkan nuansa ramadhan kami selalu mendengarkan
lagu-lagu religi Indonesia yang kami download di youtube.
Ramadhan yang bertepatan dengan
liburan akhir semester musim panas ini, kami isi dengan kegiatan yang beragam,
dimulai dari ketempat wisata bersama, seperti ke Namsan tower, museum Tedy
bear, Namsan hanok village, dll. Selain itu juga untuk 5 saudara kami lainnya,
mereka sibuk dengan kegiatan kerja paruh waktunya. Tak jarang kami juga selalu
mengikuti kegiatan buka bersama yang diselenggarakan oleh Kedutaan besar
Republik Indonesia (KBRI) di Seoul setiap hari sabtu. Disana kami dapat bertemu
dengan seluruh saudara setanah air yang tinggal di Korea, mulai dari yang
berprofesi pelajar hingga pekerjapun terkumpul, dan menyatu disana. Sungguh sesaat
momentnya berasa seperti sedang di Indonesia.
Nah ini dia moment puncak dari
Ramadhan, yaitu ketika menjelang hari raya Idul fitri. Terasa kerinduan kami
terhadap sanak saudara di kampung halaman semakin mengental. Dimana yang
biasanya saat moment-moment ini kita sudah mulai disibukkan dengan berbagai
aktifitas, mulai dari membenah rumah, membuat kue-kue special lebaran, atau
memasak opor ayam, ketupat, dan lain-lain. Untuk sekedar megobati rasa rindu
tersebut kami juga membuat acara kumpul kecil-kecilan bersama. Mulai dari
belanja keperluan masak untuk makan malam secara bersama-sama, lalu masak
bersama, dan saat malam Idul fitri itupun kami makan malam bersama, meskipun
sdikit sedih karena salah satu saudara kami tidak dapat ikut makan bersama
dengan kami ( karena dia tidak mendapat izin kerja TT_TT ). Malam itu kami
sebisa mungkin menciptakan suasana lebaran
lebih hidup, makan malam bersama sembari mendengarkan alunan takbir lewat
ponsel.
Sungguh sangat menyenangkan, saat
mentari dengan wajahnya yang masih tampak malu-malu mulai terbit dari ufuk
timur, kami semua bergegas, untuk bersiap-siap ke masjid untuk melaksanakan
shalat Id. Pagi itu sesuai kesepakatan kami berangkat pukul 6 pagi, hingga
pukul 7 kami sudah berada dimasjid. Namun saat tiba di masjid ternyata kami
harus menunggu hingga jam 10 tepat untuk pelaksanaan shalat Id. Megingat warga
muslim tersebar diberbagai pelosok kota Seoul, maka akan memakan waktu lama
untuk perjalanan mereka sampai ke masjid itu, hingga shalat Id pun ditangguhkan
untuk menunggu mereka. Setelah shalat Id usai, kami beramai-ramai keluar
sekedar bersilaturahmi, mencari-cari beberapa orang yang kami kenal lalu
berjabat tangan, dan terakhir di tutup dengan foto bersama. Setelah itu kami
kembali keasrama.
Demikianlah sepenggal kisah yang tercipta
dari serentetan kegiatan kami selama bulan Ramadhan dan hari raya Idul fitri
berlangsug. Jika ada kata-kata yang kurang berkenan dihati dan terdapat
kesalahan dalam pengetikan selama saya memposting silahkan berikan kritik dan
saran yang membangun pada post komentar , mohon maaf lahir batin dan selamat
lebaran ^_^
0 comments:
Post a Comment